Senin, 02 Juni 2008






AL FIRQOTUN NAJIYAH

( Golongan Yang Selamat )

CIRI-CIRI DAN PRINSIP-PRINSIP AQIDAHNYA


Disusun oleh

Abul Asy’arie

I. Pendahuluan

Segala Puji bagi Allah , Rab semesta alam yang yang telah menunjukkan pada kita kepada cahaya islam, dan tidaklah kita mendapat petunjuk jika Allah tidak memberi hidayahNya. Semoga sholawat serta salam senantiasa Allah limpahkan kepada Nabi Muhammad beserta keluarga dan sahabat dan pengikutnya sampai akhir zaman.

Umat islam dituntut untuk memahami ajaran yang diyakininya dengan pemahaman yang benar sesuai dengan yang telah difahami dan diteladankan oleh As Salafush Sholih (pendahulu umat ini yang sholih) agar tidak terjerumus ke dalam manhaj serta ajaran yang sesat dan menyesatkan sehingga termasuk di dalam golongan yang selamat (al firqotun najiyah) dari adzab neraka di akherat kelak

II.Apa Dan Siapakah Al Firqotun Najiyah

Pada masa Rasulullah s.aw kaum muslimin adalah umat yang satu sebagaimana firman Allah dalam surat Al Anbiya 92 :

إِنَّ هَـذِهِ أُمَّتُكُمْ أُمَّةً وَاحِدَةً وَأَنَاْ رَبُّكُمْ فَاعْبُدُونِ

Sesungguhnya umat kalian adalah umat yang satu dan Aku (Allah) adalah Rob kalian, maka beribadahlah kepadaKu

Sudah beberapa kali kaum munafiq dan yahudi berusaha memecah belah kaum muslimin pada zaman Rasulullah sholallahu alaihi wa salam, namun mereka belum pernah berhasil. Karena Allah memerintahkan umat islam untuk bersatu di atas Al-Haq dan melarang perselisihan dan perpecahan sebagaimana firmanNya dalam surat Ali Imron ayat 103 :

وَاعْتَصِمُواْ بِحَبْلِ اللَّهِ جَمِيعاً وَلاَ تَفَرَّقُواْ

Dan berpegang teguhlah kalian kepada tali Allah ( yaitu Al-Jamaah, menurut Abdullah Ibn Mas’ud dalam tafsir Ath Thobary) , dan janganlah berpecah belah.

Dan nabi telah menganjurkan agar umat ini bersatu dan melarang untuk berselisih serta berpecah belah, serta memberi peringatan kepada umatnya, akan terjadinya perpecahan , dalam sabdanya :

وَتَفْتَرِقُ أُمَّتِي على ثَلاثٍ وَسَبْعِينَ فِرْقَة. )المستدرك على الصحيحين(

Dan umatku (akan) berpecah belah atas 73 golongan. (Al-Hakim dalam Al Mustadrak,shohih dengan syarat Muslim)

Perpecahan yang dimulai pada akhir generasi sahabat ini, semakin tampak nyata pada zaman akhir ini, dan diantara firqoh-firqoh tersebut hanya satu yang selamat , tersebut dalam hadits :

وَإِنَّ هٰذِهِ المِلَّةَ سَتَفْتَرِقُ عَلَى ثَلاَثٍ وَسَبْعِينَ: ثنْتَانِ وَسَبْعُونَ فِي النَّارِ وَوَاحِدَةٌ فِي الجنة وهي الْجَمَاعَةُ). سنن ابي داود(

Dan sesungguhnya umat ini akan berpecah belah atas 73 (golongan): 72 di neraka dan satu di sorga, yaitu Al-Jamaah (Sunan Abi Dawud)

Dengan berpegang pada hadits di atas, maka bermunculanlah berbagai perhimpunan (organisasi) dakwah kontemporer dan jamaah-jamaah di berbagai negara Islam dan lainnya, masing-masing menyatakan bahwa dirinyalah Al-Jamaah yaitu golongan yang selamat (firqotun najiyah, ath-thoifatul manshuroh ataupun ahlus sunnah wal jamaah) di mana mereka saling berselisih dan hampir setiap jama'ah menganggap jama'ah lainnya adalah ahli bid’ah, fasiq, sesat bahkan kafir. Ini akibat kejahilan (kebodohan) mereka dalam masalah agama, dimana mereka hanya berpegang pada dhohir haditsnya saja tanpa meruju’ pada hadits yang lain, atsar sahabat, tabiin dan ulama sholih serta muhadditsin.

Kita simak ucapan Al Khothobi dalam Sunan Al Kubro lil Baihaqy tentang kedudukan firqoh-firqoh umat ini :

قال أبو سلـيـمانَ الـخطابـيُّ رحمهُ الله فِـيْـمَا بَلَغَنِـي عنهُ: قولُهُ: «سَتَفْتَرِقُ أُمَّتِـي علـى ثلاثٍ وسبعينَ فِرْقةً»، فـيهِ دَلاَلَةٌ علـى أَنَّ هذِهِ الفِرَقَ كُلَّهَا غيرُ خَارِجِينَ من الدِّينِ، إِذِ النبـيُّ جَعَلَهُمْ كُلُّهَمُ مِنْ أُمَّتِهِ، )سنن الكبرى للبيهقي(

Abu Sulaiman Al-Khothoby rahimahullah berkata : tentang apa yang telah sampai padaku yaitu sabda nabi <<“akan berpecah belah umatku atas 73 firqoh”>> di dalam hadits menunjukkan dalil, bahwa sesungguhnya semua firqoh tersebut tidaklah keluar dari agama, ketika nabi menyatakan bahwa mereka semua adalah termasuk umatnya…”

Dan nabi melarang untuk mengkafirkan ahli tauhid yang disebabkan mereka telah melakukan dosa besar, kecuali bahwa mereka benar-benar melakukan perbuatan kufur atau syirik yang nyata , berdasarkan ayat berikut:

إِنَّ اللَّهَ لاَ يَغْفِرُ أَن يُشْرَكَ بِهِ وَيَغْفِرُ مَا دُونَ ذَلِكَ لِمَن يَشَآءُ

Sesungguhnya Allah tidak mengampuni dosa syirik dan mengampuni dosa selain syirik pada orang yang dikehendakinya (An Nisa 48)

وَمَن يَرْتَدِدْ مِنْكُمْ عَن دِينِهِ فَيَمُتْ وَهُوَ كَافِرٌ فَأُوْلۤـٰئِكَ حَبِطَتْ أَعْمَالُهُمْ فِي ٱلدُّنْيَا وَٱلآخِرَةِ وَأُوْلۤـٰئِكَ أَصْحَابُ ٱلنَّارِ هُمْ فِيهَا خَالِدُونَ (البقرة:217(

Dan barang siapa dari kalian yang murtad dari agamanya (Islam) kemudian dia mati dalam kekufuran , maka mereka itulah yang sia-sia amalannya di dunia dan akhirat, dan merekalah penghuni neraka yang mereka kekal di dalamnya. (Al-Baqoroh 217)

Dalam hadits berikut Rasulullah menyampaikan bahwa Allah telah menjanjikan surga bagi ahli tauhid , bagaimana mungkin menganggap kafir pada mereka ?

أَنَّ رَسُولَ الله قالَ: «أَتَانِي جِبْرَائِيلُ فَبَشَّرَني أخبرني أَنَّهُ مَنْ مَاتَ لاَ يُشْرِكُ بِالله شَيْئاً دَخَلَ الْجَنَّةَ. قُلْتُ: وَإِنْ زَنَى وَإِنْ سَرَقَ؟ قالَ نَعَمْ. قال أبو عِيسَى: هذا حديثٌ حسنٌ صحيحٌ. )الترمذي(

Sesungguhnya Rasulullah bersabda : Jibril datang padaku dengan memberi kabar gembira bahwa barangsiapa yang mati dalam keadaan tidak mensekutukan Allah pada sesuatupun ( yakni telah mengikrarkan 2 syahadat, demikian menurut syaroh tuhfatul akhwadzy- pent) maka masuk surga, aku (nabi) bertanya : meskipun dia berzina dan mencuri? Jibril menjawab : ya ! ( maksudnya meskipun telah melakukan semua dosa besar yang mengharuskan mereka masuk neraka, adakalanya mereka masuk surga karena diampuni, atau setelah mereka masuk neraka terlebih dahulu, menurut syaroh tuhfatul ahwadzi -pent) - Hadits hasan shohih, (At-Tirmidzy, serta Bukhory dan Muslim dengan makna hadits)

Betapa rasulullah shalallahu alaihi wa salam telah mengabarkan bahwa syafaat diberikan kepada umat beliau yaitu ahli tauhid yang melakukan dosa besar, selama mereka tidak syirik kepada Allah, dan hanya ahli syiriklah yang kekal dalam neraka. Dalam sebuah hadits riwayat Ibnu Mas’ud dikisahkan: Ketika Allah telah memasukkan penghuni neraka ke dalam surga karena syafaat yang dimintakan nabi kepada umatnya sebanyak tiga kali , kemudian nabi menggambarkan keadaan saat itu :

فأقول: ما بقيَ في النار إلاّ من حَبَسَهُ القرآن ووجبَ عليه الخلود». قال أبو عبد اللَّهِ: إلا من حبسهُ القرآن يعني قول الله تعالى: {خالدين فيها}(هود: 107) . ».)صحيح البخاري(

Maka aku (Rasulullah) berkata : Dan tidaklah tersisa di dalam neraka kecuali orang yang mana (ayat) Al-Qur’an mencegahnya dan wajib baginya kekal dineraka, Abu Abdillah berkata : yang dimaksudkan “kecuali orang yang mana (ayat) Al-Qur’an mencegahnya” adalah ayat qur’an (surat Hud 107): mereka kekal di dalamnya. (Shohih Bukhory)

Jangan sampai kita tertipu pemahaman ahli bid’ah dari kaum Khowarij yang berpendapat bahwa setiap ahli islam yang melakukan dosa besar adalah kafir , bagaimanapun juga Rasulullah telah mengharamkan harta dan darah ahli tauhid :

عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ ، عَنْ رَسُولِ اللّهِ قَالَ: «أُمِرْتُ أَنْ أُقَاتِلَ النَّاسَ حَتَّى يَشْهَدُوا أَنْ لاَ إِلٰهَ إِلاَّ الله. وَيُؤْمِنُوا بِي وَبِمَا جِئْتُ بِهِ. فَإِذَا فَعَلُوا ذٰلِكَ عَصَمُوا مِنِّي دِمَاءَهُمْ وَأَمْوَالَهُمْ إِلاَّ بِحَقِّهَا. وَحِسَابُهُمْ عَلَى الله». ) صحيح مسلم(

Dari Abu Hurairah radhiyallahu anhu dari Rasulullah sholallahu alaihi wa salam beliau bersabda : aku diperintahkan untuk memerangi manusia sehingga mereka mengucapkan “tidak ada Tuhan selain Allah” dan beriman padaku dan pada apa yang aku bawa (al qur’an) maka barangsiapa yang mengerjakannya sungguh telah terjaga dariku darah dan harta mereka kecuali dengan haqnya, dan atas Allah hisabannya. . (Shohih Muslim)

Ketika umat islam telah terpecah belah , hendaklah mereka kembali pada firman Allah dalam surat An Nisa 59:

فَإِن تَنَازَعْتُمْ فِي شَيْءٍ فَرُدُّوهُ إِلَى اللَّهِ وَالرَّسُولِ

“dan jika kalian berselisih dalam suatu perkara maka kembalikanlah perkara tersebut kepada Allah dan Rasul”

Dan Allah melalui Rasulullah telah memberi petunjuk untuk selalu berpegang kepada sunnah, sebagaimana tersebut dalam sebuah hadits yang diriwayatkan oleh Tirmidzy, Abi dawud, Ahmad , Ibnu majah dan Ibnu hibban :

فَإِنَّهُ مَنْ يَعِشْ مِنْكُمْ، فَسَيَرَى اخْتِلافاً كَثِيراً، فَعَلَيْكُمْ بِسُنَّتِي وَسُنَّةِ الْخُلَفَاءِ الرَّاشِدِينَ المَهْدِيِّينَ

Sesungguhnya barang siapa yang masih diantara kalian, akan melihat perselisihan yang banyak, maka berpegang teguhlah dengan sunnahku dan sunnah Khulafaur Rosyidin yang mendapat petunjuk.

III. Ciri-ciri Firqotun Najiyah

Kita harus benar-benar memahami ciri-ciri firqotun najiyah yaitu golongan yang selamat dari perpecahan dan neraka, berdasarkan hadits Rasulullah, atsar sahabat , tabiin watabi’ahum serta ulama ahli hadits , agar kita dapat mengikutinya.

1. Mereka adalah Ahlus Sunnah, yang mengikuti manhaj para Salafush Sholih

Kebalikan dari Ahlus Sunnah adalah ahlu bid’ah (mubtadi’), golongan ini lebih banyak menggunakan ro’yu atau pendapat mereka daripada dalil yang kuat dan shohih. Mereka melazimkan sesuatu yang baru (muhdatsah) dalam masalah ibadah, hukum dan had , perkara-perkara syariat, serta masalah halal dan haram.

Yang paling menonjol dari ciri-ciri ahli bid’ah dan ahli taqlid (muqalid) adalah, bahwa mereka selalu mengikuti dan hanya mau menerima hujjah/dalil atau pendapat yang datang dari para pemimpin mereka saja karena kebodohan serta kurangnya kefaqihan mereka dalam agama. Mereka menutup mata dan telinga mereka, tidak mau menerima hujjah berupa hadits yang shohih, atsar sahabat - tabiin wa tabiahum serta pendapat para ulama sholih ahli hadits selama hujjah tersebut bertentangan dengan pendapat dan kefahaman yang mereka yakini selama ini.

قال رسول الله: «سَتَفْتَرِقُ أُمّتي علَى بِضْعِ وَسَبْعِينَ فِرْقَةً، أَعْظَمُها فِرْقَةُ قَوْمٍ يقيسونَ الأُمورَ بِرَأْيِهِمْ فَيُحَرّمونَ الْحلالَ وَيُحَلّلونَ الْحرامَ».

هذا حديث صحيح على شرط الشيخين ولم يخرجاه.) المستدرك على الصحيحين(

Rasulullah bersabda: “Umatku akan berpecah belah atas lebih dari 70 golongan, kebanyakan mereka adalah golongan kaum yang men-qiyas-kan perkara agama dengan pendapat (ra’yu) mereka, maka mereka mengharamkan yang halal dan menghalalkan yang haram. (Al-Mustadrak Alash-shohihain , Al Hakim, hadits shohih menurut syarat Bukhari-Muslim)

Ahlu sunnah adalah mereka yang menetapi dan berpegang-teguh pada sunnah serta meninggalkan setiap bid’ah , itulah mereka golongan yang selamat dari perpecahan :

فَإِنَّهُ مَنْ يَعِشْ مِنْكُمْ، فَسَيَرَى اخْتِلافاً كَثِيراً، فَعَلَيْكُمْ بِسُنَّتِي وَسُنَّةِ الْخُلَفَاءِ الرَّاشِدِينَ المَهْدِيِّينَ فَتَمَسَّكُوا بِهَا، وَعَضُّوا عَلَيْهَا بالنَّوَاجِذِ، وَإِيَّاكُمْ وَمُحْدَثَاتِ الأُمُورِ فَإِنَّ كُلَّ مْحْدَثَةٍ بِدْعَةٌ، وَكُلَّ بِدْعَةٍ ضَلالَةٌ».) صحيح ابن حبان(

Maka sesungguhnya barang siapa yang masih diantara kalian, akan melihat perselisihan yang banyak, maka menetapilah kalian dengan sunnahku dan sunnah Khulafaur Rosyidin yang mendapat petunjuk dan berpegang teguhlah dengannya, serta gigitlah dengan gigi gerahammu, dan takutlah kalian pada perkara yang baru maka sesungguhnya tiap perkara yang baru adalah bid’ah dan setiap bid’ah adalah sesat. (Shohih Ibnu Hibban)

Hanya golongan yang tetap berpegang teguh pada Al Qur’an dan As Sunnah serta apa-apa yang dipegang oleh as-sabiqunal awwalun (para pendahulu ) serta mereka yang tidak mengikuti hawa nafsu serta perkataan pemimpin mereka yang dinisbatkan kepada bid’ah dan kesesatan, itulah mereka yang dimaksud sebagai firqotun najiyah sebagaimana sabda nabi :

، وَتَفْتَرِقُ أُمَّتِي عَلَى ثَلاَثٍ وَسَبْعِينَ مِلَّةً كُلُّهُمْ فِي النَّارِ إِلاَّ مِلَّةً وَاحِدَةً، قَالَ مَنْ هِيَ يَا رَسُولَ الله؟ قَالَ: مَا أَنَا عَلَيْهِ وَأَصْحَابِي») الترمذي(

Dan umatku (akan) berpecah belah atas 73 golongan kesemuanya di dalam neraka kecuali 1 golongan, sahabat bertanya : siapakah dia wahai Rasulullah? Nabi menjawab: yaitu barang siapa yang berada pada apa yang aku dan sahabatku jalani. (Tirmidzi)

Generasi sahabat yang dimaksud telah disebut dan dipuji oleh Rasulullah sholallahu alaihi wa salam dalam hadits yang diriwayatkan Bukhary serta Muslim :

عنِ النبيِّ صلى الله عليه وسلم قال: خيرُكم قَرْني، ثمَّ الذين يَلونَهم ، ثمَّ الذين يَلونَهم ـ قال عمرانُ: لا أدري أذَكَرَ النبي صلى الله عليه وسلم بعد قرنِه قَرنَين أو ثلاثة.)صحيح البخاري(

Dari Nabi sholallahu alaihi wa salam bersabda: “ Sebaik-baik kalian adalah kurun-ku (generasiku), kemudian generasi yang datang sesudahnya, kemudian yang datang sesudahnya”, Imron (perawi hadits ini ) berkata: aku tidak tahu apakah Rasulullah menyebut setelah generasinya dua atau tiga generasi. (Shohih Bukhori)

Dalam beberapa generasi tersebut masih banyak terdapat alim-ulama dari kalangan muhadditsin, mufassirin dan fuqoha’, mereka termasuk di dalam ulama’ tabi’in dan pengikut para tabiin, serta para imam empat, Mereka itulah As-Salafus Sholih (para pendahulu umat ini yang sholih) Sebab adanya mereka serta kuatnya daulah-daulah Islamiyah pada abad tersebut, maka firqoh-firqoh yang menyimpang penyebab perpecahan umat ini yang mulai muncul pada waktu itu, mendapat pukulan yang mematikan dari segi hujjah maupun kekuatannya.

2. Mereka berada dalam Al-Jamaah, yaitu As-Sawadul A’dhzom (Mayoritas Kaum Muslimin)

Imam Ath-Thobary dalam kitab Fathul Bary - Kitabul Fitan menyebutkan

والجماعة السواد الأعظم

Jamaah adalah As-sawadul A’dhzom

Pendapat tersebut diperkuat dengan hadits yang diriwayatkan Anas bin Malik dalam Musnad Abi Ya’la :

قال رسول الله صلى الله عليه وسلم: «افترقت بنو إسرائيل على إحدى وسبعين فرقة وإن أمتي ستفترق على ثنتين وسبعين فرقة كلهم في النار إلا السواد الأعظم قال: محمد ابن بحر يعني الجماعة» .) مسند أبي يعلى(

Rasulullah sholallahu alaihi wa salam bersabda : “ Kaum Bani Isroil telah berpecah-belah atas 71 firqoh, dan sesungguhnya umatku akan berpecah-belah atas 72 firqoh kesemuanya di dalam neraka kecuali As-sawadul A’dzhom”, Muhammad bin Bahr berkata , yakni Al-Jama’ah. (Musnad Abi Ya’la)

Dalam matan hadits yang berbeda, diriwayatkan oleh Abu Umamah (hadits marfu’) dalam Sunan Ibnu Majah dan Tirmidzi serta Thobrony dengan perowi yang tsiqoh :

وتختلف هذه الأمة على ثلاثة وسبعين فرقة، اثنتان وسبعون فرقة في النار، وواحدة في الجنة، فقلنا: انعتهم لنا، قال: السواد الأعظم. قلت: رواه ابن ماجة والترمذي باختصار. ر واه الطبراني ورجاله ثقات. )مجمع الزوائد(

Dan umat ini akan berpecah belah atas 73 firqoh, 72 firqoh di neraka, dan yang satu di surga, maka aku (Abu Gholib) bertanya : jelaskan pada kami siapakah mereka? Abu Umamah berkata : As-Sawadul A’dzhom. (Majma’uz Zawaaid)

Ulama besar Muhammad Abdur Rauf Al-Hadady dalam kitab FAIDHUL QODIR menerangkan makna As-Sawadul A’dzom yang terdapat pada matan hadits Rasulullah yang diriwayatkan Anas bin Malik dalam Sunan Ibnu Majah yang berbunyi :

يَقُولُ: «إِنَّ أُمَّتِي لاَ تَجْتَمِعُ عَلَى ضَلاَلَةٍ. فَإِذَا رَأَيْتُمُ اخْتِلاَفاً، فَعَلَيْكُمْ بِالسَّوَادِ الأَعْظَمِ». سنن إبن ماجه

Rasulullah sholallahu alaihi wa salam bersabda: “Sesungguhnya umatku tidak akan ber-ijtima’ (bermufakat) atas kesesatan, maka ketika kalian melihat perselisihan, maka menetapilah kalian pada As-Sawadul A’dhzom” (Sunan Ibnu Majah)

(فعليكم بالسواد الأعظم) من أهل الإسلام أي الزموا متابعة جماهير المسلمين فهو الحق الواجب والفرض الثابت الذي لا يجوز خلافه فمن خالف مات ميتة جاهلية. . فيض القدير

Makna lafadz (maka menetapilah kalian pada As-Sawadul A’dhzom) dari ahli Islam, yaitu menetapilah (ber-iltizam) pada mayoritas (jumhur) kaum muslimin, maka adalah sebuah kewajiban/haq/itsbat yang mana tidak diperbolehkan menyelisihinya (ber-ikhtilaf dengannya) maka barang siapa yang menyelisihnya kemudian mati, maka matinya sebagaimana mati dalam keadaan jahiliyah. (Faidhul Qodir)

Menyelisihi yang dimaksud adalah memisahkan diri dari as-sawadul a’dhzom (mayoritas kaum muslimin). Adapun Jamahiril Muslimin (jumhur atau mayoritas kaum muslimin) adalah umat islam dalam suatu wilayah atau negara pada umumnya, bukan sekelompok atau suatu golongan jamaah atau organisasi tertentu (hizbi).

3. Mereka beriltizam (menetapi) kepada Perkumpulan Kaum Muslimin (Jama’atul Muslimin) dan taat pada Pemimpin Kaum Muslimin

Golongan yang selamat (firqotun najiyah) adalah golongan yang selalu berada dalam jamaatul muslimin (perkumpulan kaum muslimin) atau sawadul a’dhzom (mayoritas kaum muslimin) dan tidak memisahkan diri (farroqo) dari mereka.

Dari point 2 dapat disimpulkan bahwa pengertian jamaatul muslimin yang yang harus ditetapi adalah jamaah mayoritas kaum muslimin bukan jamaah ”minal” muslimin dalam arti sekelompok jamaah (hizbiyun atau golongan) dari kaum muslimin.

ثُمَّ إِنَّهُمْ يكونونَ على اثْنَيْنِ وَسَبْعِينَ فِرقَة كُلُّها ضالَّةٌ إلا فِرْقَةٌ واحِدَةٌ، الإسلامُ وَجماعَتُهُمْ». )المستدرك على الصحيحين(

Kemudian sesungguhnya mereka (dalam hadits Majma’uz Zawaid lafadznya adalah: sesungguhnya kalian -pent) akan berada atas 72 firqoh, kesemuanya dalam kesesatan kecuali satu firqoh, yaitu Al-Islam dan perkumpulan (jamaah) mereka. (Mustadrak alash-shohihain, Al-Hakim)

Rasulullah memerintahkan umatnya untuk selalu tetap berada di dalam jamaah kaum muslimin :

عن النبي صلى الله عليه وسلم أنه قال: «اثنان خير من واحد، وثلاث خير من اثنين، وأربعة خير من ثلاثة، فعليكم بالجماعة فإن الله عزَّ وجلَّ لن يجمع أمتي إلا على هدى». )مسند الإمام أحمد(

Dari Nabi sholallahu alaihi wa salam , beliau bersabda : 2 orang lebih baik daripada satu orang, dan 3 orang lebih baik daripada 2 orang, dan 4 orang lebih baik daripada 3 orang, maka tetaplah kalian pada al-jamaah, dan sesungguhnya Allah Azza wa Jalla tidak akan mengumpulkan umatku kecuali atas petunjuk. (Musnad Imam Ahmad.)

(فعليكم بالجماعة) أي الزموا السواد الأعظم من أهل الإسلام. .) فيض القدير(

Adapun makna (tetaplah kalian pada al-jamaah) yakni menetapilah (ber-iltizam-lah) kalian pada as-sawadul a’dhzom (mayoritas umat) dari ahli islam. (Faidhul Qodir).

Nabi memperingatkan tentang ancaman bagi orang yang memisahkan diri dari jamaah muslimin atau as-sawadul a’dhzom dalam sebuah hadits yang diriwayatkan Abdullah Ibnu Umar :

قال رسول الله: «لا يَجْمَعُ الله هذِهِ الأُمَّةَ عَلَى الضَّلالَةِ أَبَداً»، وقال: «يَدُ الله علَى الْجَماعَةِ فاتَّبِعوا السَّوادَ الأَعْظَمَ فَإِنَّهُ مَن ْ شَذَّ شَذَّ في النّارِ».. ) المستدرك على الصحيحين(

Rasulullah sholallahu alaihi wa salam bersabda : Allah tidak akan mengumpulkan umat ini atas kesesatan selamanya., kemudian nabi bersabda: Yadullah (pertolongan / kemenangan Allah) atas al-jamaah , maka ikutilah as-sawadul a’dhzom (mayoritas dari umat mukmin) , sesungguhnya barang siapa yang keluar maka keluarnya menuju neraka (Mustadrak alash Shohihain, Al-Hakim)

Dalam kitab Faidhul Qodir , Ath-Thoyibi menerangkan maksud hadits di atas : bahwa pengkhususan (oleh Allah) kepada umat Muhamamad menunjukkan pembedaan (imtiyaz) umat ini dari kesemua umat (selain islam) ,dengan kefadholan ini hendaklah beriltizam (menetapi) di dalamnya ,sebagai pembeda firqotun najiyah , yang juga disebut ahlus sunnah wal jamaah, dari firqoh yang sesat. Dan pertolongan Allah diperuntukkan bagi perkumpulan mutafaqih dari ahli Islam, sedangkan lafadz ومن شذ artinya adalah انفرد عن الجماعة , yakni memisahkan diri dari jamaah.

Maka menunjukkan sebuah kejahilan terhadap agama , ketika manusia menjumpai sebuah hadits mauquf dari Ali bin Abi Tholib radhiyallahu yang berbunyi :

وَالْجَمَاعَةُ وَاللَّهِ مُجَامَعَةُ أَهْلِ الْحَق، وَإِنْ قَلُّوا، وَالْفُرْقَةُ مُجَامَعَةُ أَهْلِ الْبَاطِلِ، وَإِنْ كَثُرُوا» (العسكري) جامع المسانيد والمراسيل

Dan al-jama’ah, demi Allah, adalah perkumpulan ahli haq meskipun mereka sedikit dan al-firqoh adalah perkumpulan ahli bathil meskipun mereka banyak jumlahnya. (Jami’ul Masanid wal Murasil )

Kemudian mereka menggunakan hadits ini sebagai hujjah untuk melegitimasi kelompok-kelompok jamaah yang memisahkan diri dari kaum muslimin ketika umumnya umat tidak lagi menetapi sunnah secara konsisten, kemudian menisbatkan diri mereka sebagai ahli haq pengikut sunah yang bermanhaj salafush sholih, serta mengklaim bahwa kelompok mereka adalah Al-Jamaah atau Ahlu Sunnah wal Jamaah dan menganggap umat Islam selain mereka sebagai ahli firqoh . Ini adalah sebuah kedangkalan pemahaman agama yang hanya melihat dhohirnya hadits tanpa adanya pemahaman tentang fiqh maqshid syari’ah.

Kewajiban untuk ber-iltizam pada jamaah kaum muslimin kembali ditegaskan Nabiyullah sholallahu alaihi wa salam dalam hadits masyhur Hudzaifah Radhiyallahu Ta’ala ‘Anhu

فقلتُ: يا رسولَ اللهِ، إنا كنا في جاهليةٍ وشرّ، فجاءنا الله بهذا الخير، فهل بعدَ هذا الخيرِ من شر ؟ قال: نعم. قلتُ: وهل بعدَ هذا الشر من خير ؟ قال: نعم وفيه دَخن، قلتُ: وما دَخَنُه ؟ قال: قومٌ يهدونَ بغيرِ هدْي، تَعرِفُ منهم وتُنكر. قلتُ: فهل بعدَ ذلك الخيرِ من شر ؟ قال: نعم، دُعاةٌ إلى أبوابِ جهنَّم، من أجابهم إليها قَذَفوهُ فيها. قلتُ: يا رسولَ الله صفهم لنا. فقال: هم مِن جِلدتنا، ويتكلمونَ بألسِنتنا. قلتُ: فما تأمرُني إن أدركَني ذلك ؟ قال: تَلزمُ جماعة المسلمين وإِمامَهم، قلتُ : فإن لم يكنْ لهم جماعةٌ ولا إمام ؟ قال: فاعتزلْ تلكَ الفرَقَ كلها، ولو أنْ تَعضَّ بأصل شجرةٍ حتى يُدركَكَ الموتُ وأنت على ذلك. )صحيح البخاري(

Maka aku (Hudzaifah) bertanya ; Wahai Rasulullah, sebelumnya kita berada di zaman Jahiliyah dan keburukan, kemudian Allah mendatangkan kebaikan ini. Apakah setelah ini ada keburukan ? Beliau bersabda : ‘Ada’. Aku bertanya : Apakah setelah keburukan itu akan datang kebaikan ?. Beliau bersabda : Ya, akan tetapi didalamnya ada dakhanun. Aku bertanya : Apakah dakhanun itu ?. Beliau menjawab : Suatu kaum yang mensunnahkan selain sunnahku dan memberi petunjuk dengan selain petunjukku. Jika engkau menemui mereka maka ingkarilah. Aku bertanya : Apakah setelah kebaikan itu ada keburukan ? Beliau bersabda : Ya, da’i - da’i yang mengajak ke pintu Jahannam. Barangsiapa yang mengijabahinya, maka akan dilemparkan ke dalamnya. Aku bertanya : Wahai Rasulullah, berikan ciri-ciri mereka kepadaku. Beliau bersabda : Mereka mempunyai kulit seperti kita dan berbahasa dengan bahasa kita. Aku bertanya : Apa yang engkau perintahkan kepadaku jika aku menemuinya ?

Nabi bersabda : Menetapilah (ber-iltizam-lah) kalian pada Jamaah Muslimin dan pemimpin (imam) mereka. Aku bertanya : Bagaimana jika tidak ada jama’ah maupun imamnya ? Beliau bersabda : Hindarilah semua firqah itu, walaupun dengan menggigit pokok pohon hingga maut menjemputmu sedangkan engkau dalam keadaan seperti itu (Shohih Bukhory)

Sebagaimana dikisahkan dalam dari hadits Hudzaifah di atas, bahwa luzumil jamaah atau beriltizam pada jamaah adalah menetapi atau tetap berada di dalam jamaah muslimin yang ada beserta pemimpinnya , baik kaum muslimin pada saat itu dalam zaman/keadaan khoir maupun syar, meskipun di dalamnya penuh dengan bid’ah (apa-apa yang tidak sesuai dengan sunnah dan petunjuk nabi) yang harus kita ingkari ataupun banyaknya ajakan menuju kesesatan (ajakan menuju neraka jahannam) yang kita tidak boleh mengabulkannya.

Adapun syaroh hadits di atas , Imam Thobary menjelaskan dalam Fathul Bary - Kitabul Fitan - Baabu Kaifal Amru Idzaa lam Takun Jamaah :

.قال الطبري: والصواب أن المراد من الخبر لزوم الجماعة الذين في طاعة من اجتمعوا على تأميره، فمن نكث بيعته خرج عن الجماعة، قال: وفي الحديث أنه متى لم يكن للناس إمام فافترق الناس أحزابا فلا يتبع أحدا في الفرقة ويعتزل الجميع إن استطاع ذلك خشية من الوقوع في الشر،) فتح الباري(

Ath-Thobary berkata : Dan yang sebenarnya maksud dari kalimat “luzumil jamaah” adalah mereka berada dalam ketaatan atas seseorang (imam) , yang mana mereka (kaum muslimin) telah bermufakat /ijtima’u atas keamiran orang tersebut (pemerintahannya), dan barang siapa yang merusak baiatnya maka ia keluar dari jamaah. Dia berkata : dan di dalam hadits , sesungguhnya ketika manusia (kaum muslimin) tidak memiliki seorang imam, maka manusia berpecah belah menjadi beberapa golongan (ahzaban), dan jangan`mengikuti pada salah satu firqoh-pun dan tingggalkanlah kesemuanya jika mampu, demikian itu karena takut terjatuh dalam kejelekan…….(Fathul Bary)

Ketika umat islam dalam suatu wilayah atau negara tidak memiliki pemimpin muslim yang tunggal maka semua golongan atau jamaah (baik masing-masing jamaah itu memiliki imam yang dibaiati jamaahnya ataupun tidak) adalah firqoh (hizbi) yang harus dijauhi jika kita memiliki kemampuan melakukannya.

Kewajiban untuk menetapi jamaah kaum muslimin (tidak melakukan uzlah) adalah selama terdapat seorang imam atau penguasa yang berkuasa dalam jamaah muslimin di suatu wilayah atau negara tertentu, seperti jawaban Anas bin Malik atas pertanyaan Yazid Ar Roqosyi :

فقلت لأنس : يا أب ا حمزة وأين الجماعة ؟ قال: مع أمرائكم مع أمرائكم ) . مسند أبي يعلى(

Maka aku ( Yazid ) bertanya kepada Anas : Wahai Aba Hamzah yang manakah Al-Jamaah ? Anas menjawab : yang bersama pemimpin kalian, yang bersama pemimpion kalian. (Musnad Abi Ya’la)

Ketika kaum muslimin yang berada dalam suatu wilayah tidak memiliki seorang pemimpin, maka tidak dibenarkan segolongan kaum muslimin secara sepihak membaiat seseorang untuk diangkat sebagai amirul mukminin,

Sebagaimana ucapan Umar Bin Khotob radhiyallohu anhu setelah pembaiatan Abu bakar sebagai Kholifah :

فمن بايع أميراً عن غير مشورة المسلمين فلا بيعة له )مسند الإمام أحمد(.

Maka barang siapa yang membaiat seorang amir tanpa musyawarah dengan kaum muslimin maka tidak ada baiat baginya (Musnad Imam Ahmad)

Sebagaimana yang terjadi saat pengangkatan Utsman bin Affan sebagai khalifah, musyawarah pengangkatan dan pembaiatan kholifah dilakukan oleh ahlu hal wal aqdi sebagai perwakilan dari kaum muslimin, 6 orang sebagai ahli hal wal aqdi tersebut telah ditentukan oleh Umar bin Khotob sebelum beliau wafat yaitu Ali bin Abi Tholib, Utsman bin Affan, Zubair, Tholhah, Sa’d bin Abi Waqqosh dan Abdurrohman bin Auf radhiyallahu anhum. (Fathul Bary-Kitabul Ahkam)

Adapun kewajiban memiliki baiat bagi seorang muslim dijelaskan dalam hadits Rasulullah :

وَمَنْ مَاتَ وَلَيْسَ فِي عُنُقِهِ بَيْعَةٌ، مَاتَ مِيتَةً جَاهِلِيَّة )صحيح مسلم(

Dan barang siapa yang mati dan tidak ada ikatan baiat di lehernya, maka matinya sebagaimana mati dalam keadaan jahiliyah (Shohih Muslim)

والمراد بالميتة الجاهلية وهي بكسر الميم حالة الموت كموت أهل الجاهلية على ضلال وليس له إمام مطاع، لأنهم كانوا لا يعرفون ذلك، وليس المراد أنه يموت كافرا بل يموت عاصيا،) فتح الباري(

Ibnu Hajar mengatakan: Yang dimaksud (mati dalam keaadaan jahiliyyah) adalah keadaan matinya seperti matinya orang jahiliyyah yakni diatas kesesatan tidak punya imam yang ditaati karena mereka dulu tidak tahu yang demikian. Bukan yang dimaksud ia mati kafir, bahkan (maksudnya) mati dalam keadaan maksiat…[fathul bari syarah Shahih Bukhari:13/7]

Baiat yang wajib dimiliki atau dilaksanakan oleh seorang mukmin yang dimaksud dalam hadits diatas adalah baiat dan ketaatan yang diberikan pada seorang imam yang telah disepakati (ijtima’u) oleh mayoritas kaum muslimin (jamaatul muslimin).

Pendirian atau ijtihad seperti inilah yang dicontohkan oleh sahabat Abdullah ibnu Umar dalam FATKHUL BAARI Jilid 15 hal. 105 - Kitabul Ahkam- Baabu Kaifa Yubai’ul Imaamun Naas :

ً ……وكان عبد الله بن عمر في تلك المدة امتنع أن يبايع لابن الزبير أو لعبد الملك كما كان امتنع أن يبايع لعلي أو معاوية، ثم بايع لمعاوية لما اصطلح مع الحسن بن علي واجتمع عليه الناس، وبايع لابنه يزيد بعد موت معاوية لاجتماع الناس عليه، ثم امتنع من المبايعة لأحد حال الاختلاف إلى أن قتل ابن الزبير وانتظم الملك كله لعبد الملك فبايع له حينئذ، فهذا معنى قوله ” لما اجتمع الناس على عبد الملك ” وأخرج يعقوب بن سفيان في تاريخه من طريق سعيد بن حرب العبدي قال ” بعثوا إلى ابن عمر لما بويع ابن الزبير فمد يده وهي ترعد فقال: والله ما كنت لأعطي بيعتي في فرقة، ولا أمنعها من جماعة ” ثم لم يلبث ابن عمر أن توفى في تلك السنة بمكة،) فتح الباري(

“…….Dan Abdulloh ibnu Umar di masa itu menahan diri untuk berbaiat kepada Ibnu`Zubair ataupun kepada Abdul Malik, sebagaimana (dulu) beliau enggan berbaiat kepada Ali atau Muawiyah, kemudian beliau berbaiat kepada Muawiyah (setelah Ali meninggal) ketika terjadi kesepakatan bersama Hasan bin Ali dan manusia telah berkonsensus/mufakat (ijtima’) atas Muawiyah, dan berbaiatlah beliau kepada anaknya yaitu Yazid setelah matinya Muawiyah karena kemufakatan manusia atasnya (Yazid). Kemudian beliau menahan diri dari pembaiatan atas salah seorang (khalifah) ketika terjadi ikhtilaf ( perselisihan Ibnu Zubair dengan Marwan, kemudian Marwan meninggal dan digantikan Abdul Malik -pent ) sampai terbunuhnya Ibnu Zubair, dan para penguasa/mulk (Hijaz, Mesir, Irak, Syam , Maghribi dll-pent ) kesemuanya berketetapan (intadzom) kepada Abdul Malik, maka berbaiatlah Ibnu Umar kepada Abdul Malik pada saat itu. Maka inilah makna ucapan “ ketika manusia bermufakat/ijtima’ atas Abdul Malik” ( lafadh ini adalah ucapan Abdullah bin Dinar yang diriwayatkan dalam Hadits Sunan Al Kubro Lil Baihaqi- Baabu Kaifiyatil Baiat - pent )`
dan Ya’qub bin Sufyan mentakhrij di dalam tarikhnya dari jalur Said bin Harbin Al Abdiy, dia berkata : …mereka mengirim utusan kepada Ibnu Umar ketika Ibnu Zubair dibaiat, maka Ibnu Umar mengulurkan dan menggoyangkan tangannya , lalu berkata : “Demi Allah , aku tidak memberikan baiatku di dalam firqoh, dan aku tidak menahan baiatku dari jamaah (jamaah muslimin)….”(Fathul bary
)

Baiat yang diberikan kepada selain amirul a’dhzom, sebagaimana yang dilaksanakan sebagian kaum muslimin di Syam kepada Mu'awiyah saat Ali bin Abi Thalib masih menjabat sebagai khalifah, dan yang dilakukan oleh qabilah Nakha'i terhadap Al-Asytar, sekembali Khalifah Ali dari perang Jamal dan menjelang perang Shiffin (Mushonnaf Ibnu Abi Syaibah - Kitabul Umaro ) atau sebagian kaum muslimin juga membai'at Hasan bin Ali di masa awal pemerintahan Mu'awiyyah, dan pada awal pemerintahan Yazid bin Muawiyah sebagian umat islam berbaiat kepada Husain bin Ali sebelum beliau terbunuh, kesemuanya bukanlah baiat yang wajib diberikan dikarenakan keadaan manusia belum bermufakat atas seorang penguasa tunggal (terjadi perpecahan atau firqoh), sebagaimana penjelasan lafadz ijtima’ dalam kalimat ketika manusia bermufakat/ijtima’ atas Abdul Malik dalam kitab Fathul Bary :

والمراد بالاجتماع اجتماع الكلمة وكانت قبل ذلك مفرقة،) فتح الباري(

Dan yang dimaksud dengan ijtima’ adalah ijtima’ kalimat (kemufakatan suara) dimana sebelumnya telah terjadi perpecahan (Fathul Bary)

Maka ketika seluruh umat islam telah bermufakat atas seorang penguasa tunggal maka baiat dan ketaatan wajib diberikan kepadanya sebagaimana yang telah Abdullah Bin Umar laksanakan.

Berikut ini adalah fatwa Syaikh Doktor Sholih Bin Fauzan bin Abdullah Al-Fauzan salah seorang anggota dewan majelis Ulama besar di Saudi Arabia yang dikutip dari kitab “Muraja'att fi fiqhil waqi' as-sunnah wal fikri 'ala dhauil kitabi wa sunnah” :

Bai'at hanya boleh diberikan kepada penguasa kaum muslimin. Bai'at-bai'at yang berbilang-bilang dan bid'ah itu merupakan akibat perpecahan. Setiap kaum muslimin yang berada dalam satu pemerintahan dan satu kekuasaan wajib memberikan satu bai'at kepada satu orang pemimpin. Tidaklah dibenarkan memunculkan bai'at-bai'at yang lain. Bai'at-bai'at tersebut merupakan hasil perpecahan kaum muslimin pada zaman ini dan akibat kejahilan tentang agama. Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam telah melarang itu, beliau bersabda. :
"Artinya : Siapa saja yang ingin memecah belah persatuan kalian setelah kalian sepakat mengangkat seorang pemimpin maka tebaslah
Atau sebagaimana sabda Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam. Jika Atau sebagaimana sabda Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam. Jika didapati orang yang ingin membangkang pemerintah yang berdaulat dan berusaha memecah belah persatuan kaum muslimin maka Rasulullah telah memerintahkan waliyul amri berserta segenap kaum muslimin untuk memerangi pembangkang tersebut.
Allah Subhanahu wa Ta'ala berfirman : .

"Artinya : Dan jika ada dua golongan dari orang-orang mu'min berperang maka damaikanlah antara keduanya. Jika salah satu dari kedua golongan itu berbuat aniaya terhadap golongan yang lain maka perangilah golongan yang berbuat aniaya itu sehingga golongan itu kembali, kepada perintah Allah, jika golongan itu telah kembali (kepada perintah Allah) maka damaikanlah antara keduanya dengan adil dan dan berlaku adillaj. Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang berlaku adil" [Al-Hujurat : 9] .

Amirul Mukminin Ali bin Abi Thalib Radhiyallahu 'anhu serta beberapa sahabat yang senior memerangi kelompok Khawarij dan kaum pembangkang hingga berhasil ditumpas dan memadamkan kekuatan mereka sehingga kaum musilimin aman dari kejahatan mereka. Ini merupakan sunnah Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam, beliau telah memerintahkan kaum muslimin agar memerangi kaum pemberontak dan kelompok Khawarij yang berusaha memecah belah persatuan kaum muslimin dan membangkang pemerintah. Semua itu demi menjaga persatuan dan kesatuan jama'ah kaum muslimin dari rongrongan perpecahan dan perselisihan.

IV. Prinsip-prinsip Aqidah Firqotun Najiyah

Syaikh Doktor Sholih Fauzan bin Abdullah Al-Fauzan dalam kitab Min Ushuli Aqidatu Ahlus Sunnah Wal Jamaah ( Prinsip-prinsip Aqidah Ahlus Sunnah Wal Jamaah ) meringkas prinsip-prinsip aqidah ahlus sunnah waljamaah yang bersumber pada Kitabullah dan Sunah Rasul dan apa yang dipegang teguh oleh para pendahulu umat dari kalangan sahabat, tabi’in, tabiahum dan para pengikut mereka yang setia (Salafush Sholih).

Prinsip ke-1 :

Beriman pada Allah, Para MalaikatNya, Kitab-kitabNya, Rasul-rasulNya , Hari akhir, dan Qodar baik atau buruk

Prinsip ke-2 :

Bahwa Iman itu adalah perkataan, perbuatan dan keyakinan yang bisa bertambah dengan ketaatan dan berkurang dengan kemaksiyatan.

Maka iman itu bukan hanya perbuatan tanpa keyakinan yang merupakan keimanan kaum munafik, dan bukan pula keimanan yang sekedar hanya ma’rifat (mengetahui) dan meyakini tanpa ikrar dan amal sebab demikian itu keimanan orang kafir yang menolak kebenaran.

Prinsip ke-3 :

Tidak mengkafirkan seorangpun dari kaum muslimin kecuali dia melakukan hal-hal yang membatalkan keislamannya.

Dalam masalah ini ahlus sunnah wal jamaah berada di tengah-tengah antara Khowarij yang mengkafirkan mereka yang melakukan dosa besar dan kaum Murji’ah yang berpendapat tidaklah maksiat/dosa dengan adanya keimanan sebagaiamana tak berartinya ketaatan sebab adanya kekafiran.

Prinsip ke-4 :

Wajibnya taat kepada penguasa kaum muslim dalam hal kebenaran selama tidak memerintahkan kemaksiatan

Dan bolehnya sholat dan jihad di belakang para pemimpin, menasehati serta mendoakan mereka untuk kebaikan dan keistiqomahan

[ Khusus masalah ini, penulis sisipkan pembahasan sebuah hadits berikut :

عن أبِي هُرَيْرَةَ ، قالَ قالَ رَسُولُ الله صلى الله عليه وسلم: «الجِهَادُ وَاجِبٌ عَلَيْكُم مَعَ كُلِّ أمِيرٍ بَرًّا كَانَ أوْ فَاجِراً، وَالصَّلاَةُ وَاجِبَةٌ عَلَيْكُم خَلْفَ كُلِّ مُسْلِمٍ بَرًّا كَانَ أوْ فَاجِراً وَإنْ عَمِلَ الكَبَائِرَ، وَالصَّلاَةُ وَاجِبَةٌ عَلَى كُلِّ مُسْلِمٍ بَرًّا كَانَ أوْ فَاجِراً وَإنْ عَمِلَ الكَبَائِرَ».سنن الكبرى للبيهقي

Dari Abu Hurairah, Rasulullah sholallahu alaihi wa salam bersabda ; Wajib atas kalian jihad bersama tiap pemimpin (muslim) yang baik maupun durhaka (fajir), dan sholat (5 waktu) wajib atas kalian di belakang tiap muslim (imam sholat) yang baik maupun fajir meskipun dia mengerjakan dosa besar, dan sholat (sholat jenazah) wajib atas tiap muslim (yang mati) dalam keadaan baik maupun fajir . ( Sunan AlKubro lil Baihaqy)

Penjelasan hadits di atas dalam kitab Faidhul Qodir diterangkan:

Bahwa pelaku dosa besar tidaklah keluar dari keimanan sebab mereka melakukannya, maka adalah sah sholat di belakang tiap orang yang fasiq dan ahli bid’ah (mubtadi’) , dia tidaklah kafir sebab bid’ahnya.

Yang dimaksud “wajibun alaikum” (wajib atas kalian) menurut Al -Asyrofy adalah “jaizatun alaikum“ (boleh atas kalian)

Walaupun sanad hadits di atas adalah dhoif adanya , tetapi pendapat tersebut dikuatkan oleh beberapa dalil ,

- Atsar / perbuatan sahabat nabi ,dalam kitab Aunil Ma’bud (Bab Sholat Wajib di belakang imam yang baik maupun durhaka) dinukilkan sebuah hadits yang ditakhrij oleh Imam Bukhory :

فإنه أخرج البخاري في التاريخ عن عبدالكريم أنه قال «أدركت عشرة من أصحاب محمد صلىالله عليه وٱله وسلم يصلون خلف أئمة الجور» عون المعبد

Sesungguhnya Bukhori mentakhrij hadits ini dalam At-Tarikh, dari Abdil Karim, dia berkata : aku telah menjumpai 10 orang dari sahabat Muhammad sholallahu alaihi wa salam yang mana mereka sholat bermakmum di belakang beberapa imam yang menyimpang/durhaka (jair). (Aunil Ma’bud )

- Shohih Muslim dalam Kitabul Masajid wa Mawadhi’ish sholat, Bab Makruhnya Mengakhirkan Sholat dari waktunya, yaitu istihbab untuk tetap sholat di belakang imam yang mengakhirkan atau meniadakan sholat dari waktunya.

- Shohih Bukhory dalam Kitabul Adzan, Bab Beberapa Imam Fitnah dan Ahli Bid’ah, tentang bolehnya sholat di belakang mereka ]

Prinsip ke-5:

Haram hukumnya keluar untuk memberontak terhadap pemimpin kaum muslimin apabila mereka melakukan hal yang menyimpang, selama tidak termasuk amalan kufur.

Berlainan dengan Mu’tazilah yang mewajibkan keluar dari kepemimpinan pemimpin muslim yang melakukan dosa besar walaupun belum termasuk amalan kufur dan menganggap hal itu sebagai amar ma;ruf nahi munkar.

Prinsip ke-6 :

Bersihnya hati dan mulut mereka terhadap para sahabat rasul radhiyallahu anhum.

Berlainan dengan sikap ahli bid’ah dari Rafidhah dan Khawarij yang mencela dan meremehkan sahabat.

Prinsip ke-7 :

Mencintai ahlul bait sesuai wasiat rasulullah sholallahu alaihi wa salam “ Sesungguhnya aku mengingatkan kalian dengan ahli baitku” (shohih Muslim)

Yang termasuk ahli bait adalah istri-istri nabi dan saudara-saudara dekat rasulullah yang sholih.

Prinsip ke-8:

Membenarkan karomah para waliyullah, yaitu kejadian luar biasa yang yang diperlihatkan Allah kepada para hambaNya yang sholih yang bersumber pada ketaatan

Dan yang tidak termasuk karomah adalah jampi-jampi, pekerjaan para ahli sihir (dukun), syaithan-syaithan dan para pendusta yang bersumber pada kekafiran dan kemaksiatan.

Prinsip ke-9:

Dalam berdalil selalu mengikuti apa yang datang dari Kitabullah dan atau Sunnah Rasulullah sholallahu alaihi wa salam baik secara lahir maupun bathin, dan mengikuti apa yang dijalankan sahabat Muhajir ataupun Anshor pada umumnya dan khususnya mengikuti Khulafaur Rosyidin. Dan tidak mendahulukan perkataan siapapun terhadap firman Allah dan sabda rasul. Setelah mengambil dasar dari keduanya mereka mengambil apa yang telah disepakati (ijma’) ulama dari umat ini

Perbedaan diantara mereka dalam masalah ijtihad tidak boleh mengharuskan adanya permusuhan dan pemutusan hubungan sebagaimana yang dilakukan ahli ta’ashub dan ahli bid’ah. Tetapa saling mencintai dan berwali satu sama lain, sebagian mereka tetap sholat di belakang sebagian dari yang lain , betapapun ada perbedaan masalah far’i (cabang) diantara mereka. Sedangkan ahli bid’ah saling memusuhi, mengkafirkan serta menghukumi sesat pada setiap orang yang menyimpang dari golongan mereka.

V. Penutup

Dan sebagai penutup kami sampaikan fatwa Syaikh Abdul Aziz bin Abdullah bin Baz rahimahullah (beliau adalah ketua Hai’ah Kibarul Ulama dan Mufti Besar Kerajaan Saudi Arabia) dalam Majmu’ Fatawa wa Maqalat Mutanawwi’ah, juz 5, hal. 202-203, atas pertanyaan yang diberikan pada beliau :

Pertanyaan: :
Syaikh Abdul Aziz bin Abdullah bin Baz ditanya : Apa tugas para ulama kaum muslimin sehubungan dengan banyaknya perhimpunan (organisasi) dan jama'ah di berbagai negara Islam dan lainnya dan sehubungan dengan seling berselisihnya jama'ah-jama'ah tersebut, di mana hampir setiap jama'ah menganggap sesat jama'ah lainnya. Tidakkah Syaikh memandang perlunya turun tangan dalam masalah ini dengan menjelaskan segi kebenaran pada perselisihan-perselisihan tersebut karena dikhawatirkan timbulnya dampak-dampak dan akibat-akibat mengerikan bagi kaum muslimin di sana?

Jawaban:

Sesungguhnya nabi kita Muhammad Shallallahu ‘alaihi wa sallam telah menjelaskan kepada kita, bahwa hanya satu jalan yang harus ditempuh oleh kaum muslimin, yaitu jalan Allah yang lurus dan manhaj agama-Nya yang lurus, Allah Subhanahu wa Ta’ala telah berfirman.

"Dan bahwa (yang Kami perintahkan) ini adalah jalanKu yang lurus, maka ikutilah dia; dan janganlah kamu mengikuti jalan-jalan (yang lain), karena jalan-jalan itu mencerai-beraikan kamu dari jalanNya. Yang demikian itu diperintahkan Allah kepadamu agar kamu bertakwa. " [Al-An'am: 153] .
Di samping itu, Allah pun telah melarang umat Muhammad berpecah belah dan berbeda prinsip, karena ini merupakan sebab utama kegagalan dan berkuasanya musuh, sebagaimana disebutkan dalam firman Allah. .

"Dan berpeganglah kamu semuanya kepada tali (agama) Allah, dan janganlah kamu bercerai-berai." [Ali Imran : 103] .

"Dia telah mensyari'atkan bagi kamu tentang agama apa yang telah diwasiatkanNya kepada Nuh dan apa yang telah Kami wasiatkan kepada Ibrahim, Musa dan Isa yaitu: Tegakkanlah agama dan janganlah kamu berpecah belah tentangnya. Amat berat bagi orang-orang musyrik agama yang kamu seru mereka kepadanya.Allah menarik kepada agama itu orang yang dikehendakiNya dan memberi petunjuk kepada (agama)Nya orang yang kembali (kepada-Nya)." [Asy-Syura: 13]
Itulah seruan Ilahi untuk menyatukan persepsi dan memadukan hati.

Keberadaan sejumlah perhimpunan itu di negara Islam mana pun, selama itu untuk tujuan kebaikan, bantuan dan tolong menolong dalam kebaikan dan takwa antar kaum mukminin, tanpa dipengaruhi oleh kecenderungan para pengelolanya, maka itu baik dan berkah, manfaatnya pun banyak. Tapi jika masing-masing menganggap sesat yang lainnya dan mengoreksi kinerjanya, maka bahayanya besar dan akibatnya pun mengerikan. Dari itu, tugas para ulama kaum muslimin adalah menjelaskan hakikatnya, berdialog dengan setiap jama'ah atau perhimpunan dan menasehatkan kepada semuanya untuk berjalan di atas rel yang telah ditetapkan Allah bagi para hambaNya dan telah ditunjukkan oleh nabi kitab Muhammad . Bagi yang melanggar ini, atau tetap pada jalurnya sendiri untuk kepentingan pribadi atau demi mencapai maksud-maksud tertentu yang hanya diketahui Allah, maka harus dipublikasikan dan diperingatkan oleh yang mengetahui hakikatnya agar masyarakat menghindari jalan mereka, dan agar orang yang tidak mengetahui hakikatnya, tidak ikut bergabung dengan mereka sehingga ia disesatkan dan dipalingkan dari jalan yang lurus, yaitu jalan yang telah diperintahkan Allah untuk diikuti, sebagaimana disebutkan dalam firmanNya : .

"Dan bahwa (yang Kami perintahkan) ini adalah jalanKu yang lurus, maka ikutilah dia; dan janganlah kamu mengikuti jalan-jalan (yang lain), karena jalan-jalan itu mencerai-beraikan kamu dari jalanNya. Yang demikian itu diperintahkan Allah kepadamu agar kamubertakwa." [ Al-An'am: 153 ]. .

Di antara yang tidak diragukan lagi, bahwa banyak kelompok dan jama'ah di tengah-tengah masyarakat Islam yang ditunggangi oleh setan dan musuh-musuh Islam. Karena sepakatnya prinsip kaum muslimin dan bersatunya mereka serta sadarnya mereka terhadap bahaya yang mengancam dan mengintai aqidah mereka, membuat mereka bersemangat untuk menghalaunya dan berjuang dalam satu barisan demi kemaslahatan kaum muslimin dan menghindarkan bahaya dari agama, negara dan saudara-saudara mereka. Cara ini memang tidak disukai oleh para musuh, baik dari kalangan jin maupun manusia. Karena itu, mereka berambisi untuk memecah belah prinsip kaum muslimin dan memorak porandakan kesatuan mereka serta menyebarkan benih-benih penyebab permusuhan di antara mereka. .

Semoga Allah mempersatukan semua kaum muslimin dalam kebenaran dan menghilangkan setiap bencana dan kesesatan dari masyarakat muslim. Sesungguhnya Allah Mahakuasa atas itu. .

DAFTAR PUSTAKA

1. Al Qur’an Al Karim

2. Ath Thobari, Jami’ Al Bayan Fi Tafsir Al Quran

3. Al Bukhori, Shohih Bukhori, Daru Ihya’ Turots Al Arobi

4. Muslim, Shohih Muslim, Darul Kitab Al’Ilmiyah

5. At Tirmidzi, Sunan Tirmidzi, Darul Kitab Al’Ilmiyah

6. Abu Dawud, Sunan Abi Dawud, Daru Ihya’ Turots Al Arobi

7. Al Baihaqi, Sunan Al Kubro Lil Baihaqi, Darul Fikri

8. Ibnu Majah, Sunan Ibnu Majah, Daru Ihya’ Turots Al Arobi

9. Ibnu Hibban, Shohih Ibnu Hibban, Darul Fikri

10. Abu Ath Thoyyib, Aunil Ma’bud, Darul Fikri

11. Abdurrohman Bin Abdurrohim, Tuhfatul Ahwadzi Syaroh Jamiu At Tirmidzi, Darul Fikri

12. Ibnu Hajar Al Asqolani, Fathul Bari Bisyaroh Shohih Bukhori, Darul Fikri

13. Ahmad Bin Hambal, Musnad Al Imam Ahmad, Daru Ihya’ Turots Al Arobi

14. Abu Ya’la Al Maushili, Musnad Abi Ya’la, Darul Kitab Al’Ilmiyah

15. As Suyuthi, Jami’ul Masanid Wal Murosil, Darul Fikri

16. Muhammad Abdur Rauf Al Hadady, Faidhul Qodir, Darul Kitab Al’Ilmiyah

17. Al Hakim, Al Mustadrok Ala Ash Shohihain, Darul Kitab Al’Ilmiyah

18. Ibnu Abi Syaibah, Mushonnaf Ibnu Abi Syaibah, Darul Fikri

19. Syaikh Abdul Aziz bin Abdullah bin Baz, Majmu’ Fatawa wa Maqalat Mutanawwi’a

20. Syeikh Doktor Sholeh Bin Fauzan Bin Abdullah Al Fauzan, Min Ushuli Aqidatu Ahlus Sunah Wal jama’ah. Dar Al Qaseem

21. Syeikh Doktor Sholeh Bin Fauzan Bin Abdullah Al Fauzan, Muraja'att fi fiqhil waqi' as-sunnah wal fikri 'ala dhauil kitabi wa sunnah